Pendahuluan

Keratokonus adalah kondisi mata progresif yang memengaruhi kornea, yaitu bagian bening di depan mata. Pada keratokonus, kornea menjadi menipis dan menonjol membentuk seperti kerucut. Perubahan bentuk ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang cukup serius, seperti penglihatan buram atau terdistorsi, mata menjadi lebih sensitif terhadap cahaya, bahkan bisa menyebabkan kehilangan penglihatan pada tahap lanjut. Karena keratokonus memengaruhi struktur kornea, banyak pasien yang bertanya-tanya apakah operasi koreksi penglihatan dengan laser seperti LASIK aman atau bahkan memungkinkan untuk mereka jalani.

LASIK (Laser-Assisted In Situ Keratomileusis) adalah salah satu prosedur paling terkenal dan banyak dilakukan di seluruh dunia untuk mengoreksi masalah penglihatan umum seperti rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme (silinder). Namun, keamanan dan efektivitas LASIK sangat bergantung pada kesehatan dan kestabilan kornea.

Artikel ini akan membahas apakah Anda bisa menjalani LASIK jika memiliki keratokonus, serta menjelaskan mengapa prosedur ini umumnya tidak direkomendasikan untuk kondisi tersebut. Kami juga akan mengulas alternatif lain yang dapat dipertimbangkan untuk mengelola keratokonus dan mendapatkan hasil penglihatan terbaik. Inti dari pembahasan ini adalah pentingnya evaluasi oleh dokter spesialis dan rencana perawatan yang dipersonalisasi, seperti yang ditawarkan oleh Klinik Mata SNU, pusat terkemuka yang berfokus pada koreksi penglihatan lanjutan dan perawatan keratokonus.

Memahami Keratokonus: Kondisi Kompleks pada Kornea

Keratokonus adalah gangguan mata progresif yang ditandai dengan penipisan dan penonjolan keluar pada kornea, yaitu permukaan depan mata yang bening dan berbentuk kubah, berfungsi memfokuskan cahaya ke retina. Pada mata yang sehat, kornea memiliki bentuk kubah yang halus dan teratur sehingga penglihatan menjadi jelas. Namun, pada keratokonus, kornea secara bertahap menjadi lebih tipis dan bentuknya tidak teratur, sering kali membentuk tonjolan menyerupai kerucut.

Perubahan bentuk kornea ini menyebabkan cahaya yang masuk ke mata menjadi tersebar atau terdistorsi, sehingga tidak dapat difokuskan dengan baik. Akibatnya, penderita sering mengalami penglihatan buram atau terdistorsi, melihat bayangan ganda (ghosting), silau berlebihan atau muncul lingkaran cahaya di sekitar sumber cahaya, serta lebih sensitif terhadap cahaya terang atau sinar matahari. Gejala-gejala ini dapat sangat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti membaca, mengemudi, dan mengenali wajah orang lain.

Penyebab pasti keratokonus belum sepenuhnya diketahui, namun penelitian saat ini menunjukkan bahwa kondisi ini terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Misalnya, kebiasaan menggosok mata secara berulang dan keras merupakan faktor risiko utama karena dapat melemahkan jaringan kornea seiring waktu. Selain itu, kondisi sistemik tertentu seperti alergi dan gangguan jaringan ikat juga dapat berperan dalam perkembangan atau perburukan penyakit ini.

Seiring perkembangan keratokonus, kornea akan semakin menipis dan melemah, hingga pada titik tertentu penglihatan tidak dapat lagi dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak biasa. Penipisan dan pelemahan struktur kornea yang terus berlangsung ini meningkatkan risiko komplikasi, termasuk jaringan parut pada kornea dan kehilangan penglihatan.

Karena adanya kelainan struktur ini, keratokonus digolongkan sebagai gangguan kornea ektatik—ektasia berarti penipisan dan penonjolan abnormal pada kornea. Karena kornea menjadi lemah dan tidak stabil, prosedur bedah yang menghilangkan jaringan kornea seperti LASIK menjadi berisiko. Penanganan keratokonus memerlukan teknik diagnostik khusus seperti topografi dan tomografi kornea untuk memetakan ketebalan dan bentuk kornea secara akurat, sehingga deteksi dini dan pemantauan dapat dilakukan dengan baik.

Penanganan keratokonus yang efektif sangat bergantung pada diagnosis dini, pemantauan rutin, dan rencana perawatan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Pilihan pengobatan bervariasi, mulai dari metode non-invasif seperti lensa kontak khusus hingga tindakan bedah yang bertujuan menstabilkan atau membentuk ulang kornea. Hal ini menegaskan pentingnya perawatan oleh tenaga ahli dan penilaian yang cermat sebelum mempertimbangkan tindakan operasi apa pun.

Mengapa LASIK Umumnya Tidak Disarankan untuk Pasien Keratokonus

Operasi LASIK, singkatan dari Laser-Assisted In Situ Keratomileusis, adalah prosedur bedah refraktif yang populer untuk memperbaiki penglihatan dengan membentuk ulang kornea menggunakan laser excimer yang sangat presisi. Prosedur ini melibatkan pembuatan lapisan tipis pada kornea, kemudian lapisan tersebut diangkat untuk mengekspos jaringan di bawahnya, dan laser digunakan untuk menghilangkan jaringan kornea dalam jumlah yang telah dihitung secara cermat guna mengoreksi kelainan refraksi seperti rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisme. Setelah pembentukan ulang, lapisan kornea dikembalikan ke posisi semula agar dapat sembuh secara alami.

Agar LASIK aman dan efektif, kornea harus memiliki ketebalan dan kekuatan struktur yang cukup untuk menahan pengangkatan jaringan tanpa mengurangi kekuatan keseluruhannya. Hal ini sangat penting karena jika kornea terlalu tipis, dapat menjadi lemah dan berisiko menonjol atau berubah bentuk—kondisi ini dikenal sebagai ektasia kornea.

Pada pasien dengan keratokonus, kornea sudah tipis secara tidak normal dan strukturnya lemah. Melakukan LASIK pada kornea seperti ini justru meningkatkan risiko kerusakan lebih lanjut, yang dapat mempercepat perkembangan penyakit. Akibatnya, kornea bisa semakin menonjol, penglihatan memburuk secara signifikan, dan pada kasus berat dapat terjadi jaringan parut pada kornea atau bahkan memerlukan tindakan lebih invasif seperti transplantasi kornea.

Karena risiko-risiko tersebut, pedoman oftalmologi dan para ahli sangat menyarankan agar LASIK tidak dilakukan pada pasien dengan keratokonus, bahkan pada mereka yang menunjukkan tanda-tanda awal ketidakstabilan kornea seperti forme fruste keratokonus (bentuk yang sangat ringan atau subklinis). Sebagai gantinya, dianjurkan pengobatan alternatif yang berfokus pada menstabilkan kornea dan memperbaiki penglihatan tanpa mengangkat jaringan kornea.

Di Klinik Mata SNU, keselamatan dan kesehatan mata jangka panjang setiap pasien adalah prioritas utama. Pasien yang didiagnosis keratokonus akan mendapatkan penjelasan menyeluruh mengenai risiko signifikan terkait LASIK. Klinik ini menekankan pentingnya membimbing pasien menuju pilihan pengobatan yang lebih aman dan efektif, yang tetap menjaga integritas kornea sekaligus meningkatkan hasil penglihatan. Pendekatan yang berpusat pada pasien ini memastikan setiap individu mendapatkan perawatan yang sesuai dengan kondisi, gaya hidup, dan tujuan penglihatannya.

Menilai Kelayakan LASIK: Bagaimana Spesialis Mata Menentukan Kecocokan Pasien

Sebelum menjalani LASIK atau operasi refraktif lainnya, pasien akan menjalani pemeriksaan mata menyeluruh untuk memastikan apakah mereka kandidat yang tepat. Penilaian ini menjadi sangat penting, terutama bagi mereka yang dicurigai atau telah didiagnosis menderita keratokonus.

Keratokonus

Alat diagnostik canggih seperti topografi dan tomografi kornea digunakan untuk memetakan bentuk permukaan dan ketebalan kornea secara detail. Teknik pencitraan ini membantu dokter mata mendeteksi kelainan yang menandakan keratokonus atau perubahan halus pada kornea yang dapat meningkatkan risiko komplikasi setelah LASIK.

Di Klinik Mata SNU, pemeriksaan pra-operasi ini dilakukan dengan peralatan mutakhir, sehingga evaluasi kesehatan kornea setiap pasien menjadi sangat akurat. Pasien yang ditemukan memiliki keratokonus atau penipisan kornea yang mencurigakan tidak disarankan menjalani LASIK. Sebagai gantinya, para ahli di klinik akan merancang rencana perawatan yang dipersonalisasi sesuai kondisi mata, kebutuhan gaya hidup, dan tujuan penglihatan masing-masing pasien.

Dengan melakukan skrining secara cermat dan memanfaatkan teknologi diagnostik terkini, Klinik Mata SNU memastikan hanya pasien dengan kornea yang sehat yang dapat menjalani LASIK. Hal ini secara signifikan mengurangi risiko efek samping dan meningkatkan peluang keberhasilan koreksi penglihatan.

Pilihan Pengobatan Alternatif Selain LASIK untuk Pasien Keratokonus

Karena LASIK umumnya tidak direkomendasikan untuk penderita keratokonus, telah dikembangkan beberapa metode pengobatan alternatif untuk membantu mengelola kondisi ini dan meningkatkan penglihatan secara aman. Salah satu kemajuan paling penting adalah corneal cross-linking (CXL), yaitu prosedur yang bertujuan memperkuat jaringan kornea dan menghentikan perkembangan keratokonus.

Corneal cross-linking dilakukan dengan meneteskan riboflavin (vitamin B2) ke permukaan kornea, lalu diaktifkan menggunakan cahaya ultraviolet (UV). Proses ini membentuk ikatan kimia baru di antara serat kolagen pada kornea, sehingga kornea menjadi lebih kaku dan mencegah penonjolan lebih lanjut. CXL biasanya tidak secara langsung meningkatkan ketajaman penglihatan secara signifikan, namun sangat penting untuk menstabilkan kornea dan menjaga penglihatan yang masih ada.

Untuk memperbaiki penglihatan, banyak pasien keratokonus menggunakan lensa kontak khusus, seperti lensa skleral atau lensa keras permeabel gas. Lensa-lensa ini didesain untuk melengkung di atas permukaan kornea yang tidak rata, sehingga menciptakan permukaan refraksi yang halus dan meningkatkan kejernihan penglihatan secara signifikan. Lensa skleral, khususnya, berukuran lebih besar dan bertumpu pada bagian putih mata (sklera), sehingga memberikan kenyamanan dan stabilitas yang optimal untuk kornea yang tidak teratur.

Di Klinik Mata SNU, pasien keratokonus akan menjalani evaluasi menyeluruh untuk menentukan pilihan pengobatan non-bedah atau minimal invasif yang paling sesuai dengan kondisi dan gaya hidup mereka, dengan penekanan utama pada aspek keamanan dan efektivitas.

Alternatif Bedah Lanjutan: Intacs dan Toric ICL

Bagi pasien yang membutuhkan solusi lebih dari sekadar lensa kontak namun tidak dapat menjalani prosedur LASIK, tersedia pilihan bedah lanjutan yang memberikan hasil menjanjikan. Salah satu pilihannya adalah Intacs, yaitu implan plastik kecil berbentuk melengkung yang dipasang di dalam kornea. Implan ini membantu membentuk ulang kornea dengan meratakan bagian yang menonjol seperti kerucut, sehingga penglihatan menjadi lebih baik dan astigmatisme tidak teratur dapat berkurang.

Pilihan inovatif lainnya adalah Toric Implantable Collamer Lens (ICL). Berbeda dengan LASIK yang membentuk ulang kornea, Toric ICL melibatkan pemasangan lensa khusus di dalam mata, tepatnya di antara iris dan lensa alami mata. Lensa ini memperbaiki kelainan refraksi tanpa mengubah struktur kornea, sehingga sangat cocok untuk pasien keratokonus dengan gangguan penglihatan sedang hingga berat yang tidak dapat menjalani operasi refraktif kornea.

Baik Intacs maupun Toric ICL dilakukan oleh dokter bedah berpengalaman di pusat-pusat seperti Klinik Mata SNU, yang menggunakan teknologi terkini dan pemeriksaan pra-operasi yang teliti untuk memastikan hasil terbaik dengan risiko minimal.

Peran Operasi SMILE: Apakah Cocok untuk Keratokonus?

SMILE (Small Incision Lenticule Extraction) adalah teknik koreksi penglihatan dengan laser yang lebih baru dan semakin populer sebagai alternatif minimal invasif dari LASIK. Prosedur ini melibatkan pembuatan lentikula kecil (cakram tipis jaringan kornea) di dalam kornea, yang kemudian diambil melalui sayatan sangat kecil untuk membentuk ulang kornea dan memperbaiki kelainan refraksi.

Keratokonus

Meskipun SMILE menawarkan keunggulan seperti pemulihan yang lebih cepat dan risiko komplikasi yang lebih rendah bagi banyak pasien, prosedur ini umumnya tidak direkomendasikan untuk kasus keratokonus. Seperti LASIK, SMILE membutuhkan ketebalan dan kekuatan struktur kornea yang cukup, sedangkan mata dengan keratokonus tidak memilikinya. Melakukan SMILE pada kornea keratokonus dapat menimbulkan risiko serupa seperti ektasia (penipisan dan pelemahan kornea) dan penurunan penglihatan.

Penelitian tentang penggunaan SMILE pada pasien keratokonus masih sangat terbatas, dan para ahli klinis menyarankan kehati-hatian. Di Klinik Mata SNU, kami lebih mengutamakan pilihan pengobatan yang sudah terbukti aman dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing pasien, demi menjaga kesehatan kornea tetap terjaga.

Transplantasi Kornea: Pilihan Terakhir

Pada kasus keratokonus yang sudah sangat parah, di mana kornea menjadi sangat tipis atau mengalami jaringan parut, dan pengobatan lain tidak lagi mampu memberikan penglihatan atau kestabilan yang memadai, transplantasi kornea mungkin diperlukan. Prosedur bedah ini menggantikan kornea yang rusak dengan jaringan kornea sehat dari donor.

Ada dua jenis utama transplantasi kornea yang digunakan untuk pasien keratokonus: penetrating keratoplasty (transplantasi kornea penuh) dan deep anterior lamellar keratoplasty (DALK), di mana sebagian lapisan kornea pasien tetap dipertahankan. DALK sering menjadi pilihan utama karena risiko penolakan jaringan lebih rendah dan waktu pemulihan yang lebih cepat.

Meskipun efektif, transplantasi kornea memerlukan proses penyembuhan yang lebih lama, berisiko komplikasi seperti penolakan atau infeksi, serta membutuhkan perawatan lanjutan secara rutin. Di pusat-pusat khusus seperti Klinik Mata SNU, transplantasi kornea hanya dilakukan jika benar-benar diperlukan, dengan perencanaan pra-operasi yang cermat dan dukungan pasca-operasi untuk memaksimalkan tingkat keberhasilan.

Pengalaman Pasien dan Memilih Perawatan yang Tepat di Klinik Mata SNU

Klinik Mata SNU dikenal sebagai pusat unggulan dalam penanganan keratokonus dengan pendekatan yang berfokus pada pasien. Setiap pasien menjalani evaluasi menyeluruh dan personal menggunakan alat diagnostik canggih untuk menentukan rencana perawatan yang paling sesuai.

Baik itu corneal cross-linking untuk menghentikan perkembangan penyakit, lensa khusus untuk memperbaiki penglihatan, maupun pilihan bedah lanjutan seperti Intacs atau Toric ICL, klinik menyesuaikan perawatan dengan kondisi mata dan gaya hidup masing-masing pasien.

Pasien di Klinik Mata SNU mendapatkan manfaat dari keahlian Dr. Chung Eui Sang dan timnya, yang menggabungkan pengalaman klinis dengan teknologi terkini untuk memberikan hasil yang aman dan efektif. Perawatan pasca tindakan yang menyeluruh memastikan pemantauan dan dukungan berkelanjutan, sehingga pasien merasa tenang selama proses koreksi penglihatan mereka.

Pertanyaan yang Sering Diajukan (FAQ) tentang LASIK dan Keratokonus

Apakah LASIK aman dilakukan pada penderita keratokonus?

Tidak, LASIK umumnya tidak dianjurkan untuk pasien keratokonus karena dapat memperparah penipisan dan penonjolan kornea.

Apa saja alternatif terbaik selain LASIK untuk keratokonus?

Beberapa pilihan meliputi cross-linking kornea untuk menstabilkan kornea, lensa kontak khusus seperti lensa skleral untuk membantu penglihatan, serta tindakan bedah seperti pemasangan Intacs dan lensa Toric ICL.

Berapa lama waktu pemulihan setelah cross-linking kornea atau pemasangan Intacs?

Lama pemulihan bervariasi, biasanya beberapa minggu untuk cross-linking kornea dan beberapa bulan untuk Intacs, dengan perbaikan penglihatan yang bertahap seiring waktu.

Risiko apa saja yang perlu diperhatikan pasien keratokonus sebelum menjalani operasi?

Risiko yang mungkin terjadi antara lain kerusakan kornea, infeksi, penolakan (pada transplantasi), serta kemungkinan keratokonus semakin parah jika memilih pengobatan yang kurang tepat.

Kesimpulan

Keratokonus adalah kondisi mata yang kompleks dan progresif, sehingga memerlukan penanganan yang cermat dan disesuaikan untuk menjaga penglihatan serta kekuatan struktur kornea. Meskipun LASIK telah menjadi salah satu prosedur koreksi penglihatan yang paling populer dan efektif di dunia, prosedur ini umumnya tidak aman bagi pasien dengan keratokonus karena kornea yang sudah rapuh dan menipis. Melakukan LASIK pada kasus ini dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti penonjolan kornea yang semakin parah dan bahkan kehilangan penglihatan yang tidak dapat dipulihkan.

Kabar baiknya, kemajuan di bidang oftalmologi telah menghasilkan berbagai alternatif yang aman dan efektif khusus untuk pasien keratokonus. Perawatan seperti corneal cross-linking (CXL) dapat memperkuat dan menstabilkan kornea, sehingga mencegah perkembangan penyakit lebih lanjut. Untuk meningkatkan penglihatan, lensa kontak khusus seperti lensa skleral memberikan kejernihan visual yang sangat baik tanpa membahayakan kesehatan kornea. Pilihan bedah seperti implan kornea Intacs dan Toric Implantable Collamer Lenses (ICL) juga tersedia untuk memperbaiki penglihatan jika lensa saja tidak cukup membantu.

Pada kasus yang lebih lanjut atau berat, di mana kerusakan kornea sudah parah, transplantasi kornea tetap menjadi pilihan penting dan sering kali berhasil untuk mengembalikan penglihatan serta fungsi kornea.

Karena keratokonus membutuhkan diagnosis dan perencanaan perawatan yang mendalam, pasien sangat dianjurkan untuk mencari evaluasi dan perawatan dari pusat-pusat khusus seperti Klinik Mata SNU. Dengan tim dokter mata berpengalaman serta akses ke alat diagnostik dan teknologi pengobatan terkini, Klinik Mata SNU memberikan perawatan yang dipersonalisasi dengan mengutamakan keselamatan pasien, kesehatan mata jangka panjang, dan hasil penglihatan terbaik. Melalui pendekatan menyeluruh ini, individu dengan keratokonus dapat mengelola kondisinya secara efektif dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik.